Cara Cerdas Memilih Penerbit Indi Untuk Menerbitkan Buku
RESUME PERTEMUAN 23
KBMN PGRI ANGKATAN 28
Rabu, 1 Maret 2023Cara Cerdas Memilih Penerbit Indi Untuk Menerbitkan Buku
Siang itu Senja sengaja tak buru-buru meninggalkan sekolah, meski bel jam terakhir telah terdengar sejak 10 menit yang lalu. Di ruang gurupun hanya tersisa beberapa rekan saja yang masih bertahan.
Tengah asyik melamun, dari arah pintu masuklah Bu Ndy yang langsung duduk disamping Senja. Bu Ndy adalah Guru TIK di sekolahnya, namun Bu guru cantik itu aktif juga sebagai penulis, youtuber, serta blogger.
"Uja, buku Lu udah nyampek mana?" tanya Bu Ndy.
"Enggak sampai di mana-mana. Jalan di tempat nih, Bu. Heheee ....." Senja tersenyum sumir. Ah, niat hati ingin melupakan nasib si naskah, eeh malah diingatkan Bu Ndy.
"Gue serius nanya, tau! nih anak, udah lengkap naskahnya?" ujung jari Bu Ndy menyentil sisi kiri kening Senja. Gemas sendiri dengan tingkah Senja, yang kena sentil hanya meringis.
"Udah atuh, Akunya lagi galau cari penerbit yang tanpa seleksi dan biayanya murah."
"Ah, kebetulan nih bentar lagi temen Gue mo dateng ke mari Ja, Lu harus ketemu ma dia."
"Orang dari penerbit ya, Bu?" tanya Senja antusias.
"Yup, kriteria penerbitnya cocok nih buat Elu, Ja."
"Waah, mau dong Aku ketemu sama temannya Bu Ndy!" Senja benar-benar antusias.
"Dia lagi otewe." gumam Bu Ndy seraya memperhatikan layar ponselnya.
"Tuh Gue share di WA, track record temen Gue. Baca, deh Ja!" lanjutnya.
Senja menurut, ia meraih ponselnya lalu membuka kiriman tautan dari Bu Ndy. Ternyata blog pribadi milik dari Pak Raimundus Brian Prasetyawan, S.Pd lahir di Jakarta, 30 Juni 1992. Beliau berprofesi sebagai guru di SDN Sumur Batu 01 Pagi, Jakarta.
Hingga sekarang, Pak Brian sudah menghasilkan 3 buku solo dan 15 buku Antologi. Berikut adalah 3 buku solo karya Pak Brian:
1. Blog Untuk Guru Era 4.0 (Januari 2020)
2. Aksi Literasi Guru Masa Kini (Mei 2020)
3. Menerjang Tantangan Menulis Setiap Hari (Juni 2020)
Salah satu buku solo karya Pak Brian.Senja manggut-manggut, rasa penasaran dan ketertarikan yang sangat kuat jelas tergambar dari raut wajahnya.
Tak seberapa lama Bu Ndy tampak menerima panggilan di ponselnya. Lalu beranjak keluar ruang guru.
"Tunggu ya, Ja! Gue jemput temen di gerbang." pamit Bu Ndy. Senja hanya mengangguk, hatinya diliputi harapan yang membuncah. Berharap semoga temannya Bu Ndy, menjadi jembatan untuknya agar segera terwujud mimpinya selama ini menerbitkan buku.
Sepuluh menit berlalu, hingga Senja benar-benar tinggal sendiri duduk di sofa ruang guru. Baru saja berniat hendak menghubungi Bu Ndy melalui ponsel, dari arah pintu muncul dua sosok yang terlihat asyik berbincang sambil berjalan.
"Nah, ini Bang. Kenalin nih temen Gue yang lagi galau bingung milih penerbit."
Bu Ndy menunjuk Senja, gadis cantik berkaca mata itu bergegas berdiri sambil menyalami pria berwajah ramah yang masih berdiri disamping Bu Ndy.
"Halo, Pak, Saya Kirana Senja. Silahkan duduk!" Senja memperkenalkan diri.
"Hai, Senja. Saya Brian."
Setelah beramah tamah sejenak, fokus Pak Brian kembali ke tertuju pada seraut wajah cantik dihadapannya.
"Tadi Bu Ndy cerita ke Saya, kalau Senja katanya sedang menulis naskah dan mencari penerbit, benar begitu?" tanya pria pertengahan tiga puluh-an itu.
Senja gugup sejenak, malu untuk menceritakan niat hatinya. Namun akan menyesal jika ia tak mengutarakannya sekarang.
"Hehee .... ya Pak. Saya sudah cari-cari informasi tentang penerbitan, tapi yang Saya dapatkan semuanya berbayar dan harus melewati seleksi."
"Boleh tau, naskah yang sedang Kamu tulis tentang apa?" tanya Pak Brian.
"Tentang motivasi menulis, Pak. Saya penggiat literasi." ucap Senja.
"Wah, sayang itu kalau enggak dibukukan." kali ini Pak Brian yang terlihat antusias. Bu Ndy terkekeh pelan.
"Tulisan Senja bagus, Bro! tinggal dipoles-poles dikit aja. Ayo Ja tanya-tanya sama Bro Brian, siapa tau bukumu berjodoh di penerbitnya." Bu Ndy turut menyemangati.
"Makanya Pak, Saya pengen banget naskah saya dibukukan. Penerbit punya Pak Brian konsepnya seperti apa?" tanya Senja.
"Penerbitan buku yang kami kelola berupa Penerbit Indie yang menerima naskah tanpa seleksi." Pak Brian mulai menjelaskan seluk beluk usaha penerbitan buku miliknya.
"Dahulu ketika penerbit indie belum eksis seperti sekarang, kita hanya tahu bahwa penerbit buku yang ada itu hanya penerbit mayor seperti Gramedia, Grasindo, Erlangga, Elex media, Andi, Gagas Media, dan banyak."
"Hampir semua penerbit mayor menerapkan seleksi naskah, sehingga belum tentu naskah kita diterima."
"Kenapa, Pak?" sela Senja.
"Itu dilakukan agar penerbit mayor mendapat naskah yang benar-benar berkualitas dan diperkirakan akan laku dipasaran." tutur Pak Brian.
"Ini yang bikin ciut nyali Saya, Pak."
"Haha .... dicoba dulu. Tahap seleksi naskah menjadi tantangan untuk bisa menembus penerbit mayor. Penulis harus berjuang mencoba mengirim naskah ke beberapa penerbit hingga bisa diterima oleh suatu penerbit mayor. Penolakan naskah menjadi makanan sehari-hari penulis. Ketika naskah diterima pun proses penerbitannya sangat lama." lanjut Pak Brian.
"Itu dia, penulis pemula seperti Saya pasti berpikir beribu-ribu kali untuk mencoba memasukan naskah ke Penerbit Mayor." Senja menggedikan bahunya.
"Makanya penerbit indie yang bisa menjawab rintangan-rintangan tersebut. Jaminannya naskah pasti diterbitkan dan proses penerbitan mudah dan cepat." Pak Brian dengan sabar meladeni ocehan-ocejan Senja.
"Setuju sih Pak, menerbitkan di penerbit mayor bisa lebih dari setahun prosesnya." Senja mengangguk menyetujui pernyataan Pak Brian.
"Saya kan, pengen segera terbit bukunya. Beberapa pembaca Saya sudah pada nunggu mau baca." kata Senja.
"Kalau di penerbit Indie, buku bisa terbit dalam hitungan bulan saja, Ja." imbuh Pak Brian.
"Artinya, untuk penulis pemula yang baru pertama kali akan menerbitkan buku, bisa dicoba mengawali di penerbit indie dulu ya, Pak." Senja mulai memahami cara kerja penerbit indie.
Ya, itu bagus loh, Ja. Jika bukunya cepat terbit akan menjaga semangat menulis. Tentu kita perlu tantangan lagi dalam menulis. Barulah penerbit mayor tepat untuk penulis yang ingin upgrade." kata Pak Brian.
"Ciri-ciri penerbit indie itu seperti apa Pak?" tanya Senja.
"Ciri-ciri penerbit indie, diantaranya--"
"Tapi itu memang konsekuensi dari penerbitan tanpa seleksi, sehingga biaya penerbitan menjadi tanggung jawab penulis untuk mendapat fasilitas penerbitan yang memuaskan." lanjutnya.
"Takut salah pilih penerbit indie nih, Pak."
"Oke, Saya kasih tips--"
Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan penerbit indie:
- Biaya penerbitan
- Fasilitas penerbitan yang di dapat penulis.
- Batas maksimal jumlah halaman
- Ketentuan dan Biaya cetak ulang
- Apakah dapat Master PDF
- Jumlah buku yang didapat penulis
"Saya disini akan membantu penulus pemula seperti Senja, menghubungkan ke penerbit yang sudah terpercaya dan terjamin kualitasnya" ucap Pak Brian mengakhiri penjelasannya.
"Pak Brian udah lama bergelut dibidang per penerbitan ini?" tanya Senja, gadis itu kagum dengan wawasan yang dimiliki oleh pemilik penerbitan yang duduk dihadapannya ini.
"Sejak Juli 2020 saya mulai membantu peserta pelatihan KBMN memilihkan dan menghubungkan ke penerbit."
"Kenapa Pak?"
"Hmm, sebagai bentuk tanggung jawab saya dalam dunia literasi. Selain itu agar para penulis pemula tidak salah pilih penerbit."
"Jadi, penulis pemula tidak merasa sendirian dalam proses penerbitan buku. Ada saya yang mendampingi dan menjawab berbagai pertanyaan seputar proses penerbitan. Sehingga bapak/ibu merasa tenang bahwa buku pasti akan terbit." paparnya.- Biaya mahal
- Biaya murah bahkan gratis diawal, namun jadi mahal akhirnya.
- Ketidakjelasan nasib naskah setelah berbulan-bulan.
- Ketentuan berubah-ubah tidak sesuai dengan di awal.
- Ada ketentuan yang tidak disampaikan di awal.
"Melihat kasus-kasus tersebut maka saya membantu penulis pemula terutama, untuk memilihkan penerbit yang sudah terpercaya dengan harga terjangkau dan mengawal sampai naskah terbit menjadi buku." pungkasnya.
"Kisaran berapa biayanya, Pak?"
"Biaya 400.000 saja. Penulis dapat 2 buku."
"Udah beres semua itu, Pak?" Senja melebarkan matanya. Kaget dengan nominal yang disebutkan oleh Pak Brian.
Selama ini yang ia ketahui, nominal tersebut hanya untuk mengurus ISBN dari perpusnas. Belum biaya proses percetakan dari mulai editing, desain lay out, serta cover.
Pak Brian terkekeh pelan seraya mengangguk, merasa lucu dengan keterkejutan Senja. Bu Ndy yang sedari tadi hanya sebagai pendengarpun ikut terkekeh.
"Bener banget itu Ja, Lu enggak perlu melakukan pengaturan file naskah. Cukup gunakan file template naskah A5 yang sudah disediakan penerbit." imbuh Bu Ndy.
"Rician biaya penerbitan 400.000 itu untuk maksimal 280 halaman A5. Biaya 400.000 tersebut juga bisa saja bertambah jika Kamu memiliki permintaan-permintaan tambahan." Pak Brian menambahkan penjelasan dari Bu Ndy.
"Wajar dong nambah kan emang ada permintaan pribadi." Senja mengangguk setuju.
"Ayo, Ja gaskeun! lewat Pak Brian aja nerbitin bukunya." Bu Ndy mulai berperan kembali sebagai kompor.
"Hmm, gimana yaa? eh, iya sebelum lupa nih. Kalo tentang ISBN-nya gimana Pak?" kembali Senja bertanya.
"Secara otomatis menjadi tanggung jawab penerbit, mengajukan naskah untuk mendapatkan ISBN. Jika pengajuan ditolak, akan dicoba terus. Namun jika berbagai upaya sudah diusahakan oleh penerbit dan tetap ditolak ISBNnya, maka buku akan diterbitkan dengan QRCBN." tutur Pak Brian.
"Aman ya, Pak. Proses penerbitannya biasanya berapa lama?" Senja menatap Pak Brian yamg lagi-lagi tengah tersenyum. Senang melihat gadis dihadapannya ini sepertinya semakin antusias untuk menerbitkan bukunya.
"Ingat satu hal ini ya, Ja. Jangan memberi target kapan buku harus selesai terbit. Karena naskah harus mengantri untuk diproses. Sekedar bertanya perkembangan proses penerbitan sih, oke aja. Sebagai pengingat bagi penulus dan oenerbit itu sendiri. Biasanya Proses penerbitan itu sendiri memakan waktu antara 2 sampai 4 bulan."
"Kelengkapan naskah apa aja Pak?"
"Wah siap terbit nih, bukunya Senja! hahaa ...." seru Pak Brian.
"Hehee ...."
"Kelengkapan naskah buku ketika masuk penerbit indie itu terdiri dari; cover ( judul buku dan nama penulis saja), prakata, kata Pengantar (tidak wajib), daftar isi (tanpa nomor halaman), profil penulis, dan sinopsis."
"Prakata wajib ada dan ditulis oleh penulis sendiri. Kata Pengantar ditulis oleh orang lain dan tidak wajib ada. Kelengkapan naskah jangan dipisah-pisah menjadi beberapa file word. Semua digabung dalam 1 file word bersama isi naskahnya. Jumlah halaman paling sedikit 80 halaman A5."
"Kalo gambar, gimana Pak?" cecar Senja.
"Isi naskah boleh disertakan gambar/ilustrasi/tabel, tapi maksimal 10 halaman saja. Jika lebih dari 10 halaman yang memuat gambar, akan kena biaya tambahan."
"Hmm ...."
"Spesifikasi cetak: kertas isi bookpaper 57 gsm, tinta cetak isi hitam putih, kertas sampul ivory 260 gsm, laminasi sampul doff, jilid menggunakan perfect binding (lem panas), soft cover, kemasan buku memakai plastik wrapping. Gimana Ja?" Pak Brian balik bertanya diakhir penjelasannya.
"Kelebihan penerbitan Pak Brian dibandingkan dengan penerbit lain apa, Pak?" sambung Senja, masih saja pertanyaannya merepet tak kelar-kelar.
"Nah, sekalian saja Saya promosiin, nih!--"
Daya tarik penerbit indie sebagai berikut:
- Biaya terjangkau, tidak perlu sampai jutaan rupiah.
- Jumlah maksimal halaman sangat banyak yaitu 280 hal A5. Jadi bapak/ibu tidak kena biaya tambahan halaman walaupun bukunya setebal 280 halaman A5.
- Penerbit ini menjualkan buku terbitannya di tokopedia dan shopee.
- Pesan dari saya, menerbitkan buku perlu waktu untuk proses terbit. Bukan seperti fotokopi yang sehari jadi.
"Begitu, Ja. Tertarik?" Pak Brian menatap Senja. Gadis itu senyum bingung, isi kepalanya masih dipenuhi banyak pertanyaan.
"Tanyakan aja sampai penasaran Lu ilang, Ja!" ungkap Bu Ndy. Wanita itu sangat memahami bahasa tubuh gadis itu.
"Hmm, itu Pak. Apakah ada kontrak yang mengikat untuk penulisnya?"
"Di penerbitan Saya enggak ada, Ja."
"Hmm, baiklah, Saya coba kirim naskah ke penerbit Pak Brian aja." ucapnya yakin.
"Senang mendengarnya, Ja." Pak Brian tersenyum mengangguk ke arah Senja.
"Wah, great! deal ya, kalian berdua. Yuk mari kita rayakan maksi di Solaria!" seruan riang Bu Ndy mengakhiri perbincangan mereka siang itu. Pak Brian dan Senja turut beranjak mengekor di belakang wanita enerjik yang selalu ceria itu.
"Sist, yakin nih, Lu yang traktir?" gurau Pak Brian.
"Yang bener aja! ya Elu, lah Bro!" sahutan sengit Bu Ndy membuahkan tawa terbahak dari Senja dan Pak Brian.
Akhirnya Senja memutuskan, mungkin ini jalannya untuk menghasilkan buku solonya sendiri. Seakan penerbitnya sendiri yang mendatanginya.
Terimakasih atas materi yang menginspirasi.
Seruyan, keesokan harinya.
Salam manis,
Eka Yulia.





Woow..keren banget bun..enak dibaca. Semangat nerbitin buku solo lagi.
BalasHapusBarengan, yuk, Bu sekre! Hehee ....
HapusKeren bu, ceritanya mengalir dari awal sampai akhir. Semoga buku solonya lekas terbit.
BalasHapusAamiiin, hayuk barengan bikin buku solonya Pap Afif!
HapusMantap Bu e, selalu menginspirasi
BalasHapusGass!
HapusNovelnya hampir tamat ini, 6 episode lagi
BalasHapusTar tak masukin dirimu di bab klimas sama kesimpulan. Wkwk
Hapus