RESUME PERTEMUAN 18
KBMN PGRI ANGKATAN 28
17 Februari 2023
Pemateri : Maydearly
Moderator : Widya Arema
Tema : Diksi dan Seni Bahasa
Mengurai Diksi Sebagai Seni Bahasa
Bumi sedikit mengerutkan kening, tumben ruang kelas bahasa yang diikutinya pagi ini sudah penuh terisi para mahasiswa dengan raut cerah ceria. Tak seperti biasanya, penuh keluh kesah tentang sulitnya tugas Mata Kuliah Bahasa.
"Kenapa mukamu bingung?" bisik Venus. Nah, ini satu lagi. Sobatnya ini biasanya paling malas-malasan kalau sudah jamnya kelas bahasa.
"Kok penuh sih?" tanya Bumi seraya mendudukan dirinya disamping Venus.
"Kamu enggak baca pesan di grup, ya?" kali ini Venus yang mengernyitkan kening. Heran dengan sahabatnya ini, bisa-bisanya dia tak sempat membaca pesan di grup WA yang ramai sejak malam tadi. Satu kelas heboh membicarakan dosen baru yang akan membawakan mata kuliah Diksi dan Seni Bahasa.
"Hehe .... enggak sempat. Novel online terus ditagih reader." Bumi meleletkan lidah, malu sendiri karena memang tak sempat membuka percakapan di grup WA.
"Hmm, sudah kuduga! Dosennya baru, matkul Diksi dan Seni Bahasa." tutur Venus menjelaskan.
"Asistennya tetap Bu Widya?" Bumi melirik Venus, gadis manis berambut keriwil itu mengangguk. Mulutnya sudah membuka, tapi buru-buru dikatupkan kembali karena dari arah pintu terlihat dua orang wanita cantik sedang berjalan menuju meja dosen.
"Assalamualaikum, selamat pagi rekan-rekan mahasiswa!" Sapa Bu Widya sang asisten dosen.
"Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatu."
"Selamat pagi, Buuuuu!"
"Wah, Alhamdulillah semangat semua ya. Baiklah senang rasanya Saya masuk di kelas ini mendapat sambutan seceria ini."
"Kami juga senang jumpa Ibu Widya dan Ibu dosen yang baru. Kalian mempesona membuat Kami betah di kelas, hehee ...." celoteh Bagas, sang ketua kelas. Riuh tawa sejenak.
"Terimakasih, Bagas. Karena sudah sangat manis menyambut Kami. Jadi Saya akan memberi hadiah untaian diksi indah untuk kelas ini," sahut Bu Widya.
SAHABAT
Oleh : Widya Setianingsih
Sayap kami saling menyangga
Arungi berdua gemerlap letihnya dunia
Hadirkan setiap warna membungkam resah yang ada
Abaikan setiap mata munafik yang bersorak dalam duka
Biarkan tangan kami saling tergenggam, menguatkan dalam balutan doa
Atau mentertawakan takdir yang dengan seenaknya mengatur hilir mudik nestapa
Tak usah dengarkan mereka, cukup bersamamu hatiku jauh dari gulana.
Tepuk tangan membahana, seisi kelas terpukau dengan puisi akrostik yang dibacakan oleh Bu Widya. Rangkaian diksi yang sangat indah.
Foto kebersamaan Bu Widya dan Bu
Maydearly.
"Terimakasih, marilah kita mulai kelas kita hari ini. Sebelumnya Saya perkenalkan Ibu dosen yang cantik ini yang akan mengampu mata kuliah Diksi dan Seni Bahasa. Beliau Ibu Maydearly, sahabat Saya. Mari kita berkenalan dulu dengan mencermati biodata Beliau yang akan Saya tampilkan dilayar." tutur Bu Widya.
Sang asisten dosen menghubungkan laptop ke layar infokus. Semua mahasiswa tampak terfokus pada data diri yang telah tampil pada layar.
Maydearlyblogspot.com
"Bu Maydearly adalah seorang pengajar di SMPN 1 Lebakgedong Kabupaten Lebak, Banten. Pendidikan terakhir Beliau adalah Magister Pendidikan Bahasa Inggris dari Universitas Indraprasta PGRI Jakarta. Selain seorang pendidik, Beliau juga menekuni aktivitas sebagai penulis, kurator, blogger, motivator, dan narasumber." Bu Widya menjeda kalimatnya untuk memperhatikan sejenak antusiame mahasiswa. Ternyata semua mata masih terpusat pada layar.
"Buku karya Beliau sudah cukup banyak. Terdiri dari 10 buku antologi, 2 buku kurator, 1 buku duo bersama Prof. Eko Indrajit, serta 3 buah buku solo." pungkas Bu Widya mengakhiri kalimat yang disambut dengan decakan kagum para mahasiswa.
Buku terbaru karya Bu Maydearly yang akan segera terbit.
"Untuk lebih mengefektifkan waktu mari kita persilahkan Bu Maydearly untuk memulai pemaparan materinya."
Kembali tepuk tangan membahana dari penjuru kelas. Bu Maydearly tersenyum, menggeser berdirinya menjadi lebih ke tengah.
"Terimakasih Bu Widya. Wah Saya senang sekali dengan antusiasme kelas ini. Saya juga jadi ikut semangat menyampaikan materi. Nanti fleksibel saja ya, jika ada pertanyaan biar Bu Widya kasih kode. Namun sebelum ke materi lebih lanjut, Saya ingin menampilkan dulu serangkaian kalimat penyemangat dari Dr. Wijaya Kusumah, M. Pd. Kepala Program Studi KBMN PGRI Angkatan 28." tuturnya dengan suara lembut.
Layar menampilkan kalimat motivasi dari Dr. Wijaya Kusumah, M. Pd.
"Rekan-rekan mahasiswa KBMN 28, tak terasa kita sudah memasuki pertemuan ke-18. Masih ada 12 pertemuan lagi yang akan kita lewati bersama. Tetap semangat dan jaga kesehatan sebab menulis itu menyehatkan bahkan menyembuhkan bagi mereka yang sedang sakit.
Belajar memerlukan kesabaran sekaligus keikhlasan. Siapa yang sabar pasti akan pintar. Siapa yang ikhlas pasti tuntas. Belajar menulis harus dimulai dari diri sendiri. Menjaga konsistensi dalam menulis bukanlah perkara mudah. Menulis dalam kesibukan bukanlah perkara yang mudah dilakukan. Namun, berikanlah tugas itu kepada orang yang sibuk. Sebab orang yang sibuk itu pandai mengelola waktu dengan baik. Mereka sukses dalam hidupnya."
Tepuk tangan membahana kembali, semangat jiwa muda tersulut setelah membaca motivasi dari kepala prodi yang biasa disapa Om Jay.
"Baiklah, sebelum memulai materi, silahkan perhatikan puisi berikut ini."
Layar menampilkan sebuah puisi indah karya Bu Maydearly.
Senja Mengukir Cinta
Oleh: Maydearly
Deru angin dalam semilir
Mengukir ruang resah
Tentang senja paling gulita
Yang membawa rasa untuk dia.
Untuk rembulan dalam temaram
Ku titipkan singasana cinta
Berceloteh tentang rindu
Yang bersembunyi dalam diam.
Sunyi bertahta dalam gelap
Hampa riak suara, kelabu
Hanya menandu rindu
Dari cinta yang berselimut dingin.
Rasa cinta yang tetap terjaga
Bak bersanding dengan alam
Menjadi singgasana keabadian
Membumi dengan lubuk paling dalam.
Untuk dia, ku jaga rasa
Memeluk rindu seabad
Ku sampaikan dalam maya
Agar terukir cerita paling menawan.
"Keren bangeeet!" bisik Venus. Bumi hanya mengangguk, pandangannya tak mau beralih dari layar. Mengagumi untaian kata-kata indah dalam puisinya Bu Maydearly.
"Maydearly, sebuah nama tanpa titik koma, ia menyadur makna diantara serpihan kata yang melahirkan karya. Tak perlu di tanya alamat blog nya hanya lewat sebuah karya dia pernah berbicara, merupa, menulis, bercerita, dan berdoa sebagai rupa sejarah untuk masa tua." Bu Maydearly kembali bertutur.
"Mari bersama-sama kita selami, apa sebenarnya diksi itu? berikut adalah paparan materinya."
Layar menampilkan materi diksi yang runtut dan enak dibaca karena tampilannya yang cantik dan menarik.
1. Pengertian Diksi
"Diksi – akar katanya dari bahasa Latin: dictionem. Kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi diction Kata kerja ini berarti: pilihan kata. Maksudnya, pilihan kata untuk menuliskan sesuatu secara ekspresif. Sehingga tulisan tersebut memiliki ruh dan karakter kuat, mampu menggetarkan atau mempermainkan pembacanya." jelas Bu Maydearly.
Lalu Bu Maydearly menjelaskan jika dalam sejarah bahasa, Aristoteles – filsuf dan ilmuwan Yunani inilah yang memperkenalkan diksi sebagai sarana menulis indah dan berbobot. Gagasannya itu ia sebut diksi puitis yang ia tulis dalam "Poetics" salah satu karyanya.
"Seseorang akan mampu menulis indah, khususnya puisi, harus memiliki kekayaan yang melimpah: diksi puitis. Gagasan Aristoteles dikembangkan fungsinya, bahwa diksi tidak hanya diperlukan bagi penyair menulis puisi, tapi juga bagi para sastrawan yang menulis prosa dengan berbagai genre-nya." paparnya.
3. Tokoh Diksi di Dunia
Bu Maydearly kembali menjelaskan bahwa William Shakespeare dikenal sebagai sastrawan yang sangat piawai dalam menyajikan diksi melalui naskah drama. Ia menjadi mahaguru bagi siapa saja yang berminat menuliskan romantisme dipadu tragedi. Diksi Shakespeare relevan untuk menulis karya yang bersifat realita maupun metafora. Gaya penyajiannya sangat komunikatif, tak lekang digilas zaman.
"Sampai disini, ada yang akan bertanya?"
Sang dosen mengedarkan pandangannya. Tak seberapa lama, terlihat seirang gadis cantik berkulit putih dan bermata sipit mengangkat tangannya.
"Silakan, sebutkan namanya dulu ya!"
"Terimakasih, Bu. Nama Saya Bumi Pertiwi, ingin bertanya. Mengapa Diksi begitu penting dalam kajian sebuah bahasa?"
Ternyata Bumilah yang mengajukan pertanyaan. Bukan hal yang aneh bagi rekan-rekanya, karena memang gadis berkucir itu paling kritis dan peka terhadap materi apapun.
"Wah, pertanyaan yang bagus. Saya coba jawab ya, diksi penting dalan kajian bahasa karena diksi salah satu seni berbahasa lewat tulisan dan bacaan. Banyak keindahan atas sebuah kata yang tak tereja oleh bibir.
Diksi bak pijar bintang di angkasa yang menunjukan dirinya dengan kilauan, mempesona dan tak membosankan. Begitu Bumi, bagaimana?"
"Wow!" Seru Bumi seraya mengangkat kedua ibu jarinya. Sang dosen tersenyum mengangguk.
"Kita lanjutkan dulu, ya!"
Kembali fokus perhatian mahasiswa mengamati kalimat demi kalinat yang terdapat pada layar infokus.
4. Jurus Jitu Mengembangkan Diksi
"Terkadang banyak penulis yang merasa takut dalam memulai sebuah tulisan, terkadang lidah kita merasa kelu untuk menulis sesuatu yang menakjubkan. Ada keraguan yang dibungkam sebelum diterjemahkan dalam bahasa." tutur sang dosen.
"Pertanyaan apa yang biasanya akan mucul?" tanyanya.
"Apakah mungkin saya bisa menulis sebuah bahasa yang indah?" ucap Venus.
"Ya, tepat! pertanyaan lainnya?" Bu Maydearly mengedarkan pandangannya.
"Saya merasa takut tulisan saya terdengar garing ketika dibaca." seru Bagas.
"Betuul, padahal menulis itu sederhana. Sesederhana mengadukan gula dalam gelas kopi --"
"Tipsnya Bu!" seru sebuah suara dari barisan belakang, menyela kalimat Bu Maydearly.
"Mudah, kok! menulislah dari apa yang kita lihat, apa yang kita rasakan dan apa yang kita dengarkan. Lantas jurus apa yang harus kita pakai agar kita mampu menulis dengan segala keindahan? mari bersama amati materi berikut ini!" lanjutnya.
Layar menampilkan lanjutan materi.
Melibatkan 5 macam panca indera kita ketika tengah menyusun kalimat untyk sebuah tulisan.
1. Sense of Touch adalah menulis dengan melibatkan indera peraba. indra peraba dapat digunakan untuk memperinci dengan apik tekstur permukaan benda, atau apapun. Penggunaan indra peraba ini sangat cocok untuk menggambarkan detail suatu permukaan, gesekan, tentang apa yg kita rasakan pada kulit. Aplikasi indra peraba ini juga sangat tepat digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang tidak terlihat, seperti angin misalnya. Atau, cocok juga diterapkan untuk sesuatu yang kita rasakan dengan menyentuhnya, atau tidak dengan menyentuhnya.
Contoh:
Pada pori-pori angin yang dingin, aku pernah mengeja rindu yang datang tanpa permisi.
2. Sense of Smell adalah menulis dengan melibatkan indra penciuman hal ini akan membuat tulisan kita lebih beraroma. Tehnik ini akan lebih dahsyat jika dipadukan dengan indra penglihatan.
Contoh:
Di kepalaku wajahmu masih menjadi prasasti, dan aroma badanmu selalu ku gantungkan dilangit harapan.
3. Sense of Taste adalah menulis dengan melibatkan indra perasa. Merasakan setiap energi yang ada di sekitar kita. Penggunaan indra perasa sangat ampuh untuk menggambarkan rasa suatu makanan, atau sesuatu yg tercecap di lidah.
Contoh:
Ku kecup rasa pekat secangkir kopi di tangan kananku, sembari ku genggam Hp tangan kiriku. Telah terkubur dengan bijaksana, dirimu beserta centang biru, diriku bersama centang satu.
4. Sense of Sight adalah menulis dengan melibatkan indra penglihatan memiliki Prinsip “show, don’t tell". Selalu ingat, dalam menulis, cobalah menunjukkan kepada pembaca (dan tidak sekadar menceritakan semata). Buatlah pembaca seolah-olah bisa “melihat” apa yang tengah kita ceritakan. Buat mereka seolah bisa menonton dan membayangkannya. Prinsip utama dan manjur dalam hal ini adalah DETAIL. Tulislah apa warnanya, bagaimana bentuknya, ukurannya, umurnya, kondisinya.
Contoh:
Derit daun pintu mencekik udara ditengah keheningan, membuatku tersadar jika kamu hanya sebagai lamunan.
5. Sense of hearing adalah menulis dengan melibatkan energi yang kita dengar. Begitu banyak suara di sekitar kita. Belajarlah untuk menangkapnya. Bagaimana? Dengarlah, lalu tuliskan. Mungkin, inilah sebab mengapa banyak penulis sukses yang kadang menanti hening untuk menulis. Bisa jadi mereka ingin menyimak suara-suara. Sebuah tulisan yang ditulis dengan indra pendengaran akan terasa lebih berbunyi, lebih bersuara. Selain itu, penulis juga bisa berkreasi dengan membuat hal-hal yang biasanya tak terdengar menjadi terdengar.
Contoh
Derum kejahatan yang mendekat terasa begitu kencang. Udara hening, tetapi terasa berat oleh jerit keputusasaan yang dikumandangkan bebatuan, sebuah keputusan yang menghakimiku untuk tak lagi merinduimu.
"Acap kali dalam menulis, kita hanya melibatkan otak kita sebagai muara untuk berpikir. Tanpa kita dengar, tanpa kita rasa, tanpa kita raba. Terkadang sesuatu di pelupuk mata bisa menjadi rongga untuk mencumbu tulisan kita."
Untaian kalimat penjelasan dari Bu Maydearly mampu menghipnotis seisi kelas. Semuanya menahan nafas dan menahan kedipan mata, takut melewatkan paparan Beliau.
"Mengapa kita selalu melihat kursi yang kita duduki dengan pandangan yang begitu sederhana? Sesekali buatlah ia mempesona dan anggun."
"Setiap apapun yang kita lihat, sesekali kita rasakan, kita raba, bahkan kita ampu kan sebagai sebuah senyawa yang mampu bersuara."
"Coba sekarang, siapa yang akan mencoba menyusun kalinat dengan menggunakan diksi yang sudah kaluan pahami. Topiknya adakah kursi yang tengah kalian duduki sekarang!" tantang Bu Maydearly.
Hening sejenak, sebelum terlihat Bagas mengangkat tangan.
"Silahkan Bagas!" Sang dosen tersenyum ke arah ketua kelas.
"Saya coba, Bu. Di atas kursi ini, Aku pernah memeluk ratapan. Bagaimana menungguimu dengan sebuah doa takdim."
Tepuk tangan dan siulan terdengar dari mulut-mulut usil. Pecah sudah suasana syahdu yang tercipta sejak dimulai perkuliahan. Bu Maydearly tersenyum lebar.
"Kereeen! sebetulnya rekan-rekan semua sudah memahami diksi dan sudah dapat membuat tulisan yang sarat akan diksi indah." pujinya penuh motivasi.
Pada layar tampak sebuah kalimat yang sangat menarik.
"Setelah mencoba, kita akan yakin. Setelah yakin, Pasti Bisa." tutur Bu Maydearly.
"Did you know a true writes is someone that never feeling down. Seberapa sulit hal yang kita hadapi? she's never "give up". Ia sama sekali tak putus asa, selalu berusaha mencoba dan terus mencoba.
"Seberapa sulit ia menata perasaan nya? she's always create a good idea. Ia selalu menumbuhkan ide2 baru."
"Sekian materi kita pagi ini, selanjutnya akan dipandu kembali oleh Bu Widya untuk sesi tanya jawab."
Begitulah Bu Maydearly mengakhiri pemaparannya. Bu Widya berdiri lalu memimpin bertepuk tangan srbagai tanda penghargaan untuk Bu Maydearly yang telah memaparkan materi dengan sangat memukau.
"Silahkan untuk tiga pertanyaan saja, ya!"
Baru saja Bu Widya menyekesaikan kalimatnya, sudah terlihat tiga orang mahasiswa yang mengangkat tangan.
"Baiklah, dimulai dari Mas Syahdan!"
Bu Wudya menunjuk Syahdan, si pemuda berpenampilan super rapi dan paling kalem di kelas.
"Terimakasih, Bu Widya dan Bu Maydearly. Pertanyaan Saya adalah Apakah Diksi dan Puisi tidak bisa dipisahkan? lalu, apakah Diksi dan Puisi ada pada tatanan akal pikiran? bukankah struktur manusia terdiri dari jasad, akal fikiran, fuad, luf dan ruh? bagaimana cara agar bisa dengan mudah merenda kata sehingga siapapun yang membacanya menggetar dan terpincut hatinya menjadi gundah gulana?"
"Wow, pertanyaan beruntun rupanya. Silakan Bu Maydearly untuk menjawab."
"Hmm, pertanyaan Mas Syahdan begitu super. Diksi tak melulu untuk puisi.
Bagaimana Diksi itu bisa masuk dalam pelataran logika, karena logika adalah akal yang digerakan sebuah ruh. Tulisan adalah hasil karya dari sebuah jasad yang diperintah oleh otak, kemudian ia menapaki kalbu sebagai jejak untuk bersuara.
Suara itu tak melulu tentang ucapan, pula sebuah tulisan dengan segala keindahannya."
"Berikut Saya tampilkan pengetahuan tambahan mengenai perbedaan diksi dengan peribahasa."
"Begitu ya, Mas Syahdan semoga dipahami!" Sang dosen menatap Syahdan dengan senyum manis.
"Siap, terimakasih Bu!" ucap Syahdan.
"Baiklah, pertanyaan selanjutnya dari Mbak Venus, silahkan!" ucap Bu Widya.
"Assalamualaikum. Izin bertanya Bu Widya dan Bu Maydearly. Saya ingin sekali untuk mencoba menulis puisi tapi saya tidak memiliki kekayaan diksi. Mohon tips dari ibu, yang sekiranya dapat menambah diksi saya sebagai pemula. Satu lagi, apakh langkah awal untuk memulai sebuh puisi? terimakasih." Venus mengakhiri pertanyaannya.
"Langsung Saya jawab aja ya, tips untuk mengembangkan Diksi adalah dengan memperbanyak muara baca. Semakin banyak bahasa yang kita sentuh, semakin kaya padanan kata atau diksi yang bisa kita jumpai. Jadi, siaplah dengan memulai dan membaca. Begitu, ya Mbak Venus yang manis." tutur Bu Maydearly.
"Baik, Bu. Terimakasih." Venus tersenyum puas dengan jawaban dosennya.
"Satu pertanyaan lagi. Hmm, siapa ya? oh, silahkan Mas Toto, penanya terakhir!" Bu Widya menunjuk Toto si super serdas di kelas.
"Wah, terimakasih Bu Widya dan Bu Maydearly. Pertanyaan Saya, apakah ada contoh diksi indah dalam karya tulis?"
"Langsung Saya jawab, ya. Pertanyaan keren ini. Jika yang kita tulis adalah karya ilmiah, tentu bahasa yang kita gunakan adalah bahasa Ilmiah. Bisa saja sebuah karya ilmiah itu memiliki Diksi yang indah apabila karya ilmiah itu menyadur sebuah tema Sastra. Bagaimana Mas Toto?" tanya sang dosen.
"Mantap, Bu! sudah paham Saya, terimakasih."
"Waah, mari tepuk tangan untuk kita sekalian!" seru Bu Widya.
"Untuk tugas, nanti Saya share di grup kelas." lanjutnya.
Satu per satu, para mahasiswa beranjak meninggalkan kelas. Venus melirik Bumi yang masih duduk santai di kursinya.
"Pasti nih, tabungan diksinya udah meluap." ucapnya.
"Aku terpaku, karena diksiku tak kunjung tiba. Mengingat dan meraba, hanya ini yang tersisa. Hahaaaa ....." Bumi tertawa ngakak diujung kalimatnya. Sahabatnya memonyongkan bibir merasa dipermainkan.
Terimakasih atas materi yang sangat menginspirasi.
Salam manis dari Seruyan, Kalteng.
Eka Yulia.
Mantul Bu e
BalasHapusHayuk, lanjut!
HapusKeren bu
BalasHapusTerimakasiiih. Semangat!
HapusMasya Allah tabarokallah resume super lengkap nyaris tidak ada yang tertinggal mantap
BalasHapusTerimakasih, semangat!
HapusKeren Bu Eka 👍
BalasHapusHatur nuhuuun!
HapusKereeen looh jadi cerpen.... Baguus. Yuk dibungkus jadi buku
BalasHapusAsiap Bu momod keceeh! Matur nuwun.
HapusMantaaap jiwa bungkus ceuu
BalasHapusAjarin ya, Neng Mentoor cara membungkusnya.
HapusMantap bunda
BalasHapusAda fiksinya
Terimakasih, Saya gk bisa nulis non fiksi.🤭
Hapussetelah melihat pemenang untuk pertemuan ini, saya jadi penasaran resumenya seperti apa. dan ternyata bagus banget dengan untaian diksi yang indah dan nagih untuk dibaca. selamat bu Eka...dirimu pantas menjadi juara
BalasHapusYa Allah baru kebaca, Tetimakasih bun sudah mampir, Semangat yuk, kita semua juara!
Hapus