Writer's Block Alias Buntu Ide

RESUME PERTEMUAN KE-7 
KBMN PGRI ANGKATAN 28

Senin, 23 Januari 2023
Pemateri   : Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr.
Moderator: Raliyanti, S.Sos., M.Pd.
Tema          : Mengatasi Writer's Block

Writer's Block Alias Buntu Ide

  Terdengar beberapa kali bunyi notifikasi pesan masuk dari ponselku berbunyi, biarkan saja. Hari ini rasanya lebih lelah dari biasanya. Lelah jiwa raga, kepalaku mendadak terasa panas setelah membaca beberapa komentar reader novel onlineku.

"Kak othooor, kapan up lagi?"
"Othornya bikin esmosi."
"Alur enggak jelas!"
"Gimana sih? kok peran utamanya dibikin 
  mati?"
"Gak niat nulis, gaosah bikin novel, woy!"
"Temanya mirip cerita sebelah ya, gess."

  Itu baru beberapa komentar saja, malas membaca semuanya. "Ah, kenapa sih tak ada satupun komentar bagus dari pembaca?" rutukku seraya mengubah posisi terlentangku menjadi telungkup. Baru di novel yang ini saja, Aku sering mengalami kebuntuan ide. Biasanya selalu mengalir laksana aliran Sungai Kapuas yang tak pernah surut. Karena kelancaran cerita, tokoh cerita yang berkarakter, bumbu dialog yang lucu, serta diunggah setiap hari adalah jalan ninja seorang penulis rutin novel online. Apa jadinya Aku yang tengah kehabisan ide cerita?
Tok, tok, tok. "Giiis, ada Jani!" ketukan di pintu kamar, disertai seruan cempreng suara Okto, adikku cukup membuat telinga pengang. 
"Suruh masuk kamar aja, Dek!" jawabku. Adekku tak mau memanggilku Kakak, alasannya badan dia lebih besar dibandingkan Aku. Ya sudahlah.

  Jani adalah sahabat baikku, teman sesama penulis novel online. Ia lebih lama malang melintang di dunia pernovelan online. Bisa dibilang Jani ini mentorku dalam hal menenangkan pikiran setelah membaca komentar negatif pembaca. Bergegas Aku merapikan diri, tak mau terlihat mengenaskan dihadapan sahabatku. Aku yakin dia sudah membaca komentar pembacaku.

"Giis, Aku masuk, ya!" terdengar suara Jani meminta izin untuk masuk ke dalam kamarku. "Masuk aja Jan." kebetulan pintu kamar tak dikunci. Januarina melongokan kepala berhiaskan senyum lebar setengah mengolok.
"Lagi dalam fase baper, kan?" mulut ceriwisnya mulai beraksi. "Nyinyiran reader enggak bikin honor Kamu dipotong loh, Gis."
lanjutnya, Aku masih diam tak menyahuti apapun. "Yang bikin honormu distop jika Kamu merajuk, berhenti melanjutkan alur ceritamu." tutur Jani.

  Deg! jantungku serasa terbentur sesuatu, benar kata Jani. Aku mati-matian riset sana-sini, menguras semua kemampuanku demi cerita dalam novelku ini karena banyak hal yang ingin kucapai. Kegemaran menulisku tersalurkan, ada yang membaca karyaku, dapat penghasilan tambahan, serta berharap suatu hari novelku dibukukan penerbit terkenal.
"Mana bisa lanjut nulis, kalau lagi buntu ide."
"Sini, Gis! yuk Aku kasih tahu. Kamu itu lagi difase writer's block." Jani menarik lenganku agar duduk disebelahnya. Sementara ia sendiri asyik meluncurkan jarinya dilayar ponsel, membuka sebuah ruang percakapan. Sekilar kubaca nama grup percakapan yang tertera adalah "KBMN PGRI ANGKATAN 28" entahlah grup apa itu, karena Jani memang paling suka mengikuti kegiatan apapun yang ia sukai.
"Grup apa sih, Jan?" tanyaku mulai penasaran.
"Belajar menulis, ini sudah pertemuan ke-7. Materinya bagus, pas buat Kamu yang idenya lagi mampet. Hahaaa ...."
"Ishh!" meskipun benar adanya, sebal juga diledek dari tadi.
" Judul materinya Mengatasi Writer's Block. Pematerinya Bu Ditta Widya Utami, S.Pd , Gr. Moderatornya Bu Raliyanti, S.Sos., M.Pd. Materi keren, narsum dan moderator cantik-cantik. Bikin betah nih. Ikutan nyimak enggak? penting buat Kamu!"
   Aku tak lagi memperhatikan pertanyaan yang terlontar dari mulut Jani, kini mataku terfokus pada penuturan moderator yang membuka pertemuan dengan apik, manis, serta sarat motivasi.
 Bapak ibu peserta KBMN Gel 28 yg berbahagia, perkenalkan saya Raliyanti, salah satu dari Tim Solid Om Jay yang biasa disapa Rali.  Saya, sama seperti bapak ibu, dulunya juga peserta Kelas Menulis di gelombang 20 bersama Pak Dail dan bu Helwiyah. Bu Rali mengawali perkenalan diri. Lalu dilanjutkan dengan untaian motivasi, cukup membuatku bersemangat ikut ngintip layar ponsel Jani. 

 Alhamdulillah, dengan rutin mengikuti kegiatan, mensupport diri untuk terus menyelesaikan resume on time, saling blog walking memberi semangat (sejatinya saya menyemangati diri saya sendiri) kemudian akhirnya sayapun dinyatakan lulus karena jumlah resumenya sesuai kategori dan saya juga berhasil memiliki buku karya sendiri. Tutur Bu Rali. 
"Tuh, kan, udah punya buku." gumam Jani tanpa kusahuti. Melanjutkan memperhatikan pernyataan menarik dari Bu Rali.

 Buku pertama saya berjudul "Wujudkan Mimpi Terbitkan Buku" kemudian di tahun berikutnya lahir buku solo yg kedua dengan judul "Guru di Era Digital". Selain itu, ada 17 judul buku antologi yang saya miliki baik fiksi mau pun nonfiksi. Bu Rali mengakhiri opening kegiatan pertemuan dengan manis. 
Salah satu buku karya Bu Rali.
"Baru moderator nih, gimana narsumnya." Kembali Jani bergumam.
"Yuk, kita cari biodata narasumbernya, Jan!" ujarku. Jari lincah Jani mulai menggulirkan kembali layar ponsel sampai pada link biodata narasumber yang telah dibagikan sebelumnya oleh moderator.


    Bu Ditta Widya Utami, seorang guru, blogger, penulis, serta aktif dibeberapa akun media sosial seperti cookpad, Facebook, instagram, serta twitter. Lalu Bu Dittapun memulai perkenalan dengan bahasa yang santun, namun santai. Aku dan Jani semakin terpesona.

 Ibu dan Bapak hebat, perkenalkan nama saya Ditta Widya Utami. Saya juga alumni kelas menulis yg kini bernama KBMN. Tepatnya alumni Gelombang Ke-7.
"Alumni kegiatan Kamu juga, Jan," bisikku.
"Semua alumni yang berprestasi, kayaknya langsung berkarya di Tim Solid." Jani balas berbisik. "Oooh," Kami melanjutkan menyimak perkenalan selanjutnya dari narasumber.
  Siapapun yang ingin menjadi penulis andal, maka harus siap dengan prosesnya. Tak bisa instan tentu. Tutur Bu Ditta.

 Helaan nafasku terasa panjang tapi melegakan. Pas! Penuturan Bu Ditta sama halnya seperti prinsipku selama ini.
"Berasa satu ide, ya, kan?" olok Jani. "Ya dong." sombongku. "Cuma beda eksekusi, kalau Bu Ditta eksekusi gercep, kalau Kamu slow progress dan baperan. Haha ...." lanjut Jani, semakin getol mengolokku.
"Ck, nyinyir, dasar julid! ayok lanjut lagi baca!" seruku sebal. Kamipun kembali menyimak kalimat demi kalimat yang dituturkan narasumber.

   Diperlukan jam terbang yang cukup banyak agar bisa menjadi seperti Om Jay, Bunda Kanjeng, Pak Dail, Bunda Aam, Bu Rali, Mr. Bams, Prof. Eko, dan lainnya yang tak bisa saya sebut satu per satu.

  Saya sendiri sudah senang membaca buku-buku cerita sejak kecil (sebelum SD). Senang menulis sejak di sekolah dasar (dalam buku diary). Lalu saat SMP, sering mengirim tulisan ke mading sekolah dan pernah menulis cerita di buku tulis yang dibaca bergiliran oleh teman-teman. Lanjut Bu Ditta, kalimat-kalimat Beliau yang mengalir lancar, seolah menyihir Kami berdua.
   
   Bu Ditta kembali melanjutkan memaparkan pengalaman menulis Beliau. Atas arahan guru Bahasa Inggris saya saat itu, saya juga menulis diary dalam bahasa Inggris.
Ketika SMA, saya masih tetap menulis diary. Beberapa teman dekat yang membaca diary saya sempat berkomentar bahwa tulisan saya sudah seperti novel.
"Tuh, Gis, Kamu banget. Diary zaman SMP sampai kayak benda keramat, dibawa kemana-mana." sela Jani. "Diam!"

   Selanjutnya Bu Ditta menuturkan bahwa ketika Beliau masi anak remaja, banyak emosi yang dituangkan dalam catatan Ditta remaja. Namun belakangan, saya tahu bahwa menulis apa pun yang kita rasakan bisa menjadi self healing yang baik.

"Nah, ini yang paling Aku sepakatin, Gis. menulis sebagai self healing. Menulis sama dengan  mengeluarkan segala bentuk emosi bagi orang yang tidak begitu suka curhat."
   Aku cukup mengangguk menyetujui pernyataan Jani, karena memang benar adanya. Bagi beberapa orang yang memiliki kesulitan bercerita kepada orang lain, entah itu karena alasan segan, malu, ataupun takut rahasia tersebar, alangkah lebih baik jika diungkapkan melalui tulisan. Paling tidak beban emosi kita akan lega untuk sesaat. 
"Tuh, Jan, baca! Kata Bu Ditta bahwa saat ini, beberapa psikolog ada yang menyarankan kepada para pasiennya untuk menulis sebagai salah satu cara mengatasi depresi." seruku, Jani melanjutkan membaca dengan lantang.
"Rupanya kebiasaan menulis tersebut memberi banyak manfaat. Misalnya ketika kuliah, saya pernah membuat buku Petualangan Kimia bersama rekan saya dan diikutsertakan dalam Lomba Kreativitas Mahasiswa di Jurusan. Alhamdulillah meraih posisi kedua." Jani mengangkat kedua ibu jari tangannya. " Mantap!" ucapnya. 
 Lalu Aku melanjutkan membaca pemaparan Bu Ditta. Sama halnya dengan Jani, Akupun membacanya dengan bersuara.

"Di saat kuliah juga, saya menulis proposal bersama teman-teman dan kami berhasil mendapat dana hibah untuk asosiasi profesi dari Dikti hingga 40 juta. Di tahun 2009-2010 jumlah tersebut tentu sangat besar."
"Naah, kalau orang yang dasarnya kreatif pintar memanfaatkan waktu dan kesempatan" ucapku.
"Kamu lanjut baca ya, Gis! Aku mo cari minum dulu."
"Di mana Jan?"
"Di dapurlaaah, di kulkasmu. Hahaa ...."
Kami berdua terbahak dengan kekonyolan kelakuan Jani.
    Akupun memutuskan untuk membaca paparan Bu Ditta, Beliau tengah bercerita bahwa diawal masuk dunia kerja, bisa dibilang Beliau cukup vakum menulis. Mengajar di boarding school dengan aktivitas yang padat membuat Bu Ditta mengambil jeda sejenak dalam dunia kepenulisan. Hingga akhirnya di awal masa pandemi, saya mengikuti kelas menulis bersama PGRI dan masuk di angkatan ke-7.

   Bu Ditta sangat bersyukur, karena berawal dari arahan untuk membuat resume, Beliau kemudian kembali aktif menulis di blog.     Bahkan Beliau berkesempatan menulis bersama Prof. Eko. Alhamdulillah menjadi 1 di antara 9 orang (angkatan pertama tantangan Prof. Eko) yang bukunya terbit di penerbit mayor.
"Wow! Kereeen, Jaaan, cepetiiin! makin rame ini. Buku Bu Ditta terbit di penerbit mayor looh!" pekikku. Aneh, ya? Bu Ditta yang bikin buku, aku yang kesenangan.
"Yah, histeris dia! sini Aku lanjutin bacanya." Jani merampas ponselnya dari tanganku.
"Kata Bu Ditta karena terbiasa menulis juga, Beliau bisa menyelesaikan esai di seleksi Calon Pengajar Praktik Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 3 dan lulus. Saat ini sedang bertugas lagi di Angkatan 6."

 Jani berhenti sesaat, tatapannya menerawang menatap langit-langit kamarku.
"Kalau kita memiliki keterampilan menulis, otomatis dapat menunjang karier kita. Gitu kali ya, Gis, intinya." gumamnya.
"Hu'um, terbukti kan? Setiap kegiatan Bu Ditta selalu berkaitan dengan menulis." Aku menyepakati pendapat sahabatku.
"Lanjut, yuk, Gis! mantap ini penjelasan Bu Ditta tentang alasan orang menulis. Beliau menjelaskan bahwa ada yang menulis karena hobi, kebutuhan, tuntutan profesi, dan lain sebagainya. Apa pun alasannya, aktivitas menulis memang tak bisa lepas dari kita sebagai makhluk yang berbahasa dan berbudaya."

"Benar, alasan kita kejar tayang nulis di aplikasi novel online juga tuh termasuk didalamnya. Hehee ...." Aku terkekeh. Janipun ikut terkekeh pelan. 
"Waah, Gis! penjelasan selanjutnya ini tentang kaitannya cerita Bu Ditta dengan writer's block." ucap Jani antusias.
"Baca yang kenceng, Jan!"
"Oke, pertama Bu Ditta meminta semua peserta untuk menyamakan persepsi bahwa aktivitas menulis itu maknanya luas.  Sebagaimana dalam kisah Beliau diawal, ada tulisan pribadi Bu Ditta dalam bentuk diary, ada karya tulis ilmiah, ada cerpen, artikel, resume."
"Oh, ya, Aku ingat!" Aku menyela dan berakhir dengan sikutan di pinggangku.
"Bu Ditta memaparkan jika kata Menulis adalah kata kerja yang hasilnya bisa sangat beragam. Oleh karena itu tak hanya novelis, cerpenis, jurnalis atau blogger, namun ada juga copywriter yang tulisannya mengajak orang untuk membeli produk. Ada content writer yang bertugas membuat tulisan profesional di website, ada script writer penulis naskah film/sinetron, ada ghost writer, techincal writer, hingga UX writer, serta banyak lagi."

  Jeda sesaat, mengangguk karena memahami apa yang disampaikan oleh narasumber. Lalu kami berdua bersama-sama membaca uraian Bu Ditta selanjutnya. Beliau menyatakan bahwa pada kenyataannya  penulis-penulis tersebut masih bisa terserangn virus WB alias Writer's Block. 

  Bu Ditta melanjutkan jika Writer's Block dapat menyerang siapa saja. Tak peduli tua atau muda, profesional atau belum, WB bisa menyerang siapa pun yang masuk dalam dunia kepenulisan.  Oleh karena itu, penting bagi seorang penulis untuk mengenali WB dan cara mengatasinya.

"Kamu merasa enggak sih, kalau istilah Virus WB dari Bu Ditta ini tepat banget." tanya Jani.
"Ya, sih. Writer's Block itu yang terasa olehku bisa menjangkit dalam hitungan detik, menit, hari, minggu, bulan, bahkan tahunan." tuturku. "Naah, Gis, Bu Dittapun berujar lamanya seorang penulis terkena Writer's Block tergantung seberapa cepat si penulis itu menyadari dan mengatasinya."

"Kuat-kuatan niat dan tekad ya, Jan."
"Sepertinya Aku mulai paham, Jan. Apa itu Writer's Block, sampai berpengaruh besar terhadap seorang penulis. Nih, Bu Ditta memberikan penjelasan tentang pengertian Writer's Block adalah kondisi dimana kita mengalami kebuntuan menulis. Tak lagi produktif atau berkurang kemampuan menulisnya. Hal ini bisa terjadi dengan disadari atau pun tidak." tuturku semangat.
"Seperti yang sedang Kamu alami." nyinyiran Jani kembali terdengar. 

   Kudiamkan saja, karena Aku lebih tertarik pada penuturan Bu Ditta berikutnya. Istilah writer's block sebenarnya sudah ada sejak tahun 1940-an. Diperkenalkan pertama kali oleh Edmund Bergler, seorang psikoanalis di Amerika.

"Penyebab WB menurut penuturan Bu Ditta itu ada empat hal, Gis. Mencoba metode baru dalam menulis, stress, lelah fisik maupun mental, dan terlalu perfeksionis. Nah coba Kamu analisis, yang menyebabkan Kamu buntu ide itu yang mana? Siapa tau nanti Bu Ditta juga menjelaskan upaya mengatasinya." ucap Jani. 
   
  Refleks dong, Aku tertawa lebar. Tumben-tumbenan dia ngasih pendapat yang benar. Tidak ada salahnya Aku mencoba menganalisis diri sendiri, sembari melanjutkan menyimak materi dari Bu Ditta.


 Seperti perkiraan Jani, Selanjutnya narasumber menguraikan penyebab Writer's Block.
1. Mencoba metode/topik baru dalam menulis sebenarnya bisa menjadi penyebab sekaligus obat untuk WB. 
Misal ketika jadi penyebab:

Ada orang yang senang menulis cerpen atau puisi. Kemudian tiba-tiba harus menulis KTI yang tentu saja memiliki struktur dan metode penulisan yang berbeda. Bila tak lekas beradaptasi, bisa jadi kita malah terserang WB.
Dalam Kamus Psikologi, "stres" diartikan sebagai ketegangan, tekanan, tekanan batin, tegangan dan konflik.

2. Lelah fisik/mental akibat aktivitas harian yang padat juga dapat memicu stress.

Pada akhirnya, jangankan menulis, kita bisa merasa jenuh dan suntuk. Terserang WB deh.
Maka,
a. mencoba hal baru dalam menulis bisa jadi alternatif solusi."

Mempelajari hal-hal baru yang berbeda dengan sebelumnya pasti menyenangkan.

Beberapa teman dan narasumber sendiri terkadang memilih untuk sejenak rehat dan melakukan hal yang disukai untuk refreshing.
b. Membaca buku-buku ringan untuk cemilan otak juga bisa jadi solusi mengatasi WB. Biar bagaimanapun, WB bisa terjadi karena kita belum bisa mengekspresikan ide dalam bentuk kata.

Dengan membaca, kita bisa menambah kosa kata. Pada akhirnya, jika diteruskan insya Allah bisa sekaligus mengatasi WB.

3. Terlalu perfeksionis.
Kondisi penulis yang Over thinking. Terlalu memikirkan apakah tulisannya sudah sesuai kaidah atau belum, tata bahasanya sudah tepat atau belum, bahkan sampai mempertanyakan nanti dibaca irang atau tidak. Jika kindisi tersebut terus berlangsung maka tulisan tidak akan pernah rampung.
 Salah satu upaya untuk mengatasi Perfeksionis adalah penulus harus menulis tanpa memikirkan salah eja, salah ketik, koherensi. Dalam dunia psikologi dikenal dengan istilah free writing atau menulis bebas.

"Menurut Aku, yaa .... penyebab WB Kamu itu lebih ke perfeksionis, sih." analisis Jani terhadapku membuyarkan keheningan dan keasyikanku yang tengah menyimak penuturan narasumber.
"Aku sendiri merasa ketiganya. Hehee ...." lebih baik kuakui saja biar Jani senang. "Hahaaa .... kelihatan dari kerutan Kamu yang bertambah tuh."
"Eh, Gis, nih kalimat Bu Ditta yang ini bagus buat motivasi Kamu." lanjut Jani, telunjuknya menunjuk pada kalimat yang diungkapkan oleh narasumber. 

  Siapa di sini yang masih khawatir tulisannya tidak dibaca? Khawatir dinyinyir orang? Khawatir dikritik ahli? Khawatir tulisannya nggak bagus? Dan masiiih banyak kekhawatiran lainnya. Yuk, dicoba menulis bebas untuk mengatasi salah satu penyebab WB-nya.  Bukankah tulisan yang buruk jauh lebih baik daripada tulisan yang tidak selesai? Begitulah Bu Ditta, Sang narasumber mengakhiri paparan materinya.

      Betul sekali, seperti halnya Aku sekarang. Beberapa tulisanku banyak yang menggantung. Karena kehabisan ide cerita. Aku masih penasaran dengan sesi tanya jawab, dimana ada beberapa pertanyaan peserta sepertinya sangat mewakiliku.

1. Pertanyaan dari Ibu Nurhasnah (UPT SMP N 2 tiga raksa). 
Apa tips ibu menulis dalam bahasa inggris. Sementra jurusan ibu IPA?
 Jawaban
Terkait bahasa Inggris, saat SMP saya dan 3 sahabat lain ikut les privat Bun tapi gurunya berbeda dg guru B. Inggris yang meminta saya menulis diary berbahasa Inggris.
Saya selalu ingat yg disampaikan oleh guru saya, bahwa belajar bahasa Inggris itu, tak bisa hanya bicara. Perlu dilatih pula kemampuan mendengar dan menulis dalam bahasa Inggris.
Yah, sebagaimana Tes TOEFL dan semacamnya. Kan tidak hanya kemampuan reading saja yang dites.
Yang penting, kita ngomong/nulis mereka paham, dan mereka ngomong/nulis dan kita paham. That's it.

2. Pertanyaan dari Bu Indah - Banjarnegara

Bagaimana cara mengatasi WB saat kita mengikuti 3 pelatihan sekaligus? seperti yang saya alami saat ini, saya mengikuti pelatihan KBMN 28, tapi juga minat dengan tantangan Prof. Ekoji, dan juga program dari pak Dail...semuanya hanya membutuhkan waktu singkat, kadang kalo digunakan untuk membaca-baca seperti ada waktu yang hilang, mohon pencerahannya agar semuanya dapat terselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.

Jawaban
Kalau saya di posisi Ibu, saya akan membuat a. Skala prioritas dan jadwal menulis.
Insya Allah ketiga-tiganya akan bisa dijalani dengan baik asal kita istiqomah dengan jadwal yang telah kita tetapkan.

b. Cari dan kenali waktu emas Bu Indah dalam menulis (karena tiap orang bisa berbeda).

Apakah Bu Indah senang menulis di kala subuh? Sebelum tidur? Saat jeda istirahat?

c. Menulislah di waktu terbaik tersebut.

3. Pertanyaan dari Ibu Wahyuning (Jakarta Pusat). Tips dan trik dari Bu Ditta yang cantik ini untuk saya agar bisa menyelesaikan satu persatu karya yang masih menjadi draft di laptop? 

Jawaban
Buku solo pertama saya berjudul Lelaki di Ladang Tebu juga asalnya kumpulan draft cerpen di laptop.
Kuatkan tekad, olah kembali.

4. Pertanyaan dari Pak R. Agung PS. (Jakarta)

 Saya sudah merasakan writer's block ketika tulisan saya sedikit yang membaca. Muncul di sana keengganan untuk menulis lagi. Apakah yang harus saya lakukan. Menulis dengan topik aktual tetapi kurang dikuasai, atau terus menulis tanpa menghiraukan jumlah pembaca?

Jawaban
Pa Agung, saya juga pernah merasa di posisi Pa Agung. Sedih memang ketika sudah menulis dengan kesungguhan hati namun masih sedikit yang membaca.
Seingat saya Prof Eko juga menyarankan agar kita menulis sesuai dengan minat kita atau yang kita kuasai.
Namun, jika niat P Agung memang menulis agar bisa dibaca banyak orang, banyak cara yang bisa ditempuh.
Tetap konsisten menulis dan berbagi tulisan, atau ikut kelas menulis khusus untuk freelance seperti ghost writer, content writer, dll
Yakin, bahwa setiap tulisan yang kita buat akan tetap bermanfaat walau hanya untuk satu orang.
Saya yakin, jika P Agung tetap menulis, kelak tulisan P Agung akan dibaca oleh banyak orang, sebanyak yang Pak Agung mau, insya Allah. 

Bu Dittapun menyertakan link youtube Beliau yang bertajuk "Mental Seorang Penulus" sebagai referensi.
https://youtu.be/UkRDLmA4dUY

5. Pertanyaan dari Ibu Umatun nur islamiuato (Kemenag kab Magelang Jateng) Bagaimana trik biar bisa menulis yang bermutu. Saya mulai menulis sudah setua ini umur saya yaitu 50 tahun  lebih, tapi saya semangat.
Jawaban
Kisah Bunda Lilis dan Bunda Kanjeng cocok jadi inspirasi nih untuk kasus Bunda.
Untuk tipsnya practice makes perfect dan perbanyak membaca terkait dengan apa yang akan kita tulis.

Misal jika Bunda senang menulis puisi, maka mari membaca karya karya sastrawan terkemuka.

Bila senang cerpen, mari perbanyak baca cerpen yang berhasil dimuat di media massa atau karya cerpenis populer.

Membacanya harus seperti kacang goreng. Dinikmati, diresapi kata-katanya, kenali diksi yang digunakan, dsb. Bukankah makan kacang goreng lebih nikmat bila perlahan, bukan sekaligus.
Lain halnya jika ingin menulis karya ilmiah, ya mesti mau membaca jurnal.

6. Pertanyaan dari Pak Etik Nurinto, S.Pd.SD. (Pemalang)
Apa yang menurut Bu Ditta paling sulit saat menulis dan bagaimana mengatasinya ?
Jawaban
Yang paling sulit saat menulis menurut saya adalah percaya dengan tulisan sendiri.

Terkadang kita baru percaya tulisan kita baik, ketika ada orang yang berkomentar baik.

Kita terlalu khawatir dengan penilaian orang lain, padahal sejatinya tak pernah ada manusia yang sempurna. Buku-buku best seller pun ada edisi revisinya, kan?
Cara mengatasinya.
Dengan mengingat niat awal kita menulis. Mengingat kembali masa masa dimana kita menikmati proses menulis itu sendiri.
Dan tak lupa berdoa
Ada pepatah yang mengatakan:

_"It doesn't matter how brilliant is your brain. If u do not speak up, it would be zero."_
   Mari, tuangkan dan sampaikan ide ide kita, pemikiran pemikiran kita, perasaan perasaan kita agar menjadi lebih bermakna. 
  
  Begitulah Bu Ditta mengakhiri sesi tanya jawab. Banyak terlontar kalimat-kalimat bermakna serta filosofis yang dapat diterapkan dalam tulisan-tulisanku nantinya.


 Puas rasanya, setelah ikut ngintip kelas pelatihan menulisnya Jani. Beberapa kekhawatiran dan kegundahanku atas kebuntuan ide yang tengah kualami terjawab sudah. Namun sayang pertanyaanku yang kutitipkan lewat Jani belum terjawab. 

"Dapat solusi, Gis?" tanya Jani. Aku mengangguk. "Nanti kalau Bu Ditta menjawab pertanyaanku, tolong share ke Aku ya, Jan."
"Siip. Aku pulang dulu ya, Gis. Mau bikin resume." pamit Jani.
"Oke, trims yaa, hati-hati!"
Jani mengangguk, perlahan melangkah keluar kamar. Meninggalkanku yang tengah dibakar semangat untuk melanjutkan alur ceritaku, membungkam nyinyiran pembaca. Bersiap menyajikan cerita yang akan menginspirasi mereka.

Terimakasih atas materi super kerennya.

Seruyan, keesokan harinya.

Eka Yulia.



  





Komentar

  1. Mantap, komplit resumenya
    Jika berkenan silahkan mampir ke lilik-kistiana.blogspot.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah mampir. Sepertinya Sata sudah mampir balik kok. 😁

      Hapus
  2. Masya Allah lengkap banget resumenya tertata rapi bermanfaat sekali

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. Aaah, terimakasiiih.. Saya gak bisa resume yg seriuuus.😭

      Hapus
  4. Bakal calon seorang cerpenis nih ... Lanjutkan mbak Agys alias mbak Eka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo, ibu There, terimakasih sudah mampir. Mari lanjutkan.

      Hapus
  5. Balasan
    1. Terimakasih sudah mampiir, karena saya tdk bisa resume yang serius. Heheee

      Hapus
  6. Sudah mampir euy... Ini mah transformasi cincalu jadi swan princess hehehe, semangat.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dapatkah Saya Menulis di Blog?

Menulis Setiap Hari Menolak Lupa

Closing Ceremony Mengharu Biru