Selangkah Lagi Menerbitkan Buku di Penerbit Mayor
RESUME PERTEMUAN 26
KBMN PGRI ANGKATAN 28
Rabu, 8 Maret 2023Pemateri : Joko Irawan Mumpuni
Moderator : Raliyanti
Tema : Menjadi Penulis Buku Mayor
SELANGKAH LAGI
MENERBITKAN BUKU di PENERBIT MAYOR
Bumi Pertiwi, si penulis novel di salah satu platform novel online tengah dilanda galau. Beberapa naskah novel onlinenya sudah dipinang beberapa penerbit indi. Namun dari dulu ia bercita-cita seandainya ada novelnya yang akan diterbitkan, targetnya harus di penerbit mayor. Sampai-sampai ia nekat bertandang ke rumah sepupunya Kak Raliyanti. Sang sepupu kebetulan editor di salah satu penerbit mayor ternama.
"Antara dua nih kalau Bumi main kerumah." sambut Kak Rali.
"Eh, kok bisa gitu, Kak?"
"Hahaa .... antara lagi galau atau galau banget."
"Yaelaaah! ini galau akut, Kak."
"Masih masalah penerbit kan? yuk ikut Kakak aja. Kebetulan mau ada meeting di rumah Pak Joko."
"Pak Joko, siapa Kak?"
"Manajer Pemasaran di tempat Kak Rali kerja."
"Mauuuu! cuss, Kak!" tanpa pikir panjang, Bumi menyetujui ajakan kakak sepupunya.
Perjalanan dari rumah Kak Rali ke kantornya hanya ditempuh dengan waktu 15 menit. Seperti biasa, Kak Rali kalau nyetir selalu mengeluarkan skill pembalapnya. Barusan saja terhitung 5 kali Bumi berIstighfar, dan berkali-kali menggeram misuh-misuh ketakutan.
"Kalo ngikutin standar nyetir versi Kamu, nyampeknya baru besok subuh." Kak Rali membela diri. Bumi hanya sanggup mengusap dada, lega sudah sampai dengan selamat di kantor sepupunya yang nyentrik itu.
"Eh, Rali bawa siapa ini?" tanya Pak Joko ramah.
"Ini loh Pak, Adik sepupu Saya yang sering Saya ceritakan."
Eh?! Bumi terjengit kaget, duh Kak Rali pasti cerita juga tingkah absurd enggak jelasnya.
"Ooh, ya .... Saya ingat. Penulis novel online yang viewers-nya sudah banyak itu, kan?" Pak Joko tersenyum ke arah Bumi.
"Perkenalkan Pak, Saya Bumi Pertiwi."
"Namamu unik banget. Memangnya Kamu berencana mau terbitkan buku di mana?"
Bumi tak dapat langsung menjawab pertanyaan Pak Joko, gadis itu terlihat berpikir sejenak.
"Setiap penulis mempunyai impian kalau bukunya bisa diterbitkan di penerbit mayor, loh Pak--"
"Hmm ...." Pak Joko mengangguk mengerti dengan maksud pernyataan Bumi.
"Namun tidak banyak jumlah Penerbit Mayor di negara kita ini." lanjut Bumi.
"Betul, menjadi penerbit mayor memiliki kriteria yang tidak mungkin dapat diraih dalam waktu pendek, bisa sampai puluhan tahun." imbuh Pak Joko.
"Syarat menjadi penerbit mayor itu tidak mudah. Salah satunya adalah harus sudah memiliki judul terbitan buku puluhan ribu judul dan tiap tahunnya harus menerbitkan ratusan judul secara konsisten." lanjutnya.
Pak Joko terlihat menjangkau ipad diatas meja kerjanya. Lalu memperlihatkan slide demi slide kepada Bumi dan Kak Rali.
"Sesuai dengan gambar tersebut, Penerbit adalah Industri kreatif yang didalamnya ada kolabarasi insan-insan kreatif : Penulis, Editor, Layouter, Ilustrator dan desain grafis." tutur nya. Bumi tak berani menyela sedikitpun.
"Ini adalah bagian dari industri kreatif penerbitan cetak, saat ini dan mendatang akan bertambah insan-insan kreatif bidang lain yang akan bergabung seiring dengan perkembangan dunia penerbitan yang kini sudah mengarah pada Publisher 5,0. yang memanfaatkan teknologi IT untuk menerbitkan karya-karya kreatif." Pak Joko terlihat sangat antusias memberikan penjelasan pada Bumi.
"Maaf, Pak. Saya pernah melihat seorang Profesor memberika gambaran jenis-jenis buku yang ada di dunia ini dalam bentuk sirip ikan." baru Bumi berani mengungkapkan pendapatnya.
"Kamu benar, sebentar rasanya Saya punya gambar yang Kamu maksudkan."
Pak Joko menggulurkan jari di layar Ipad untuk mencari gambar yang disebutkan Bumi barusan.
"Ini kan?" Pak Joko memiringkan layar ipad.
"Ya, betul Pak."
"Gambar itu akan mempermudah untuk memahami kategori buku. Terdapat dua kategori besar jenis buku adalah buku Teks (buku sekolah-kampus) dan buku Non Teks (buku-buku populer). Buku sekolah disebut buku pelajaran sedangkan kampus disebuat buku Perti (perguruan tinggi)." Beliau menjelaskan dengan detail.
"Buku Perguruan tinggi dibagi dua lagi menjadi buku Eksak dan Non Eksak.
"Buku Nonteks dibagi dua lagi menjadi buku Fiski dan Non Fiksi. Sehingga grafisnya akan tergambar seperti ini berikut."
"Pak Joko punya saran enggak, tema apa yang memiliki data jual tinggi? buku Aku kan termasuk metropop, drama keluarga, dan sejenis begitu." tanya Bumi.
"Kamu harus memahami dulu secara keseluruhan sih, diperhatikan dulu aja slide-slide yang Saya bikin itu."
"Coba dilihat dan amati dengan jeli grafik-grafik tersebut, ya Bum!" saran Pak Joko.
"Baik Pak."
"Itulah Bum, gambaran perbukuan di Indonesia yang dapat Kamu pakai sebagai dasar atau inspirasi penulisan buku."
"Saya punya beberapa contoh buku yang telah terbit."
"Wiih keren banget, Pak!" seru Bumi.
"Harus eye catching dong, sekali baca judulnya sama lihat tampilan cover pembaca udah lngsung tertarik." Pak Joko tersenyum melihat Bumi yang terpana.
"Cara masuk ya buku ke penerbit memang harus semenarik itu ya Pak? harus riset pasar dulu.... waahhh--"
"Hahaaa .... tenang Bumi, perlahan aja. Ini Saya punya gambaran bagaimana dunia penerbit buku yang sebenarnya."
"Industri penerbitan bila digambar utuh lengkap maka ekosistemnya seperti ini dibawah ini!" Pak Joko menunjukan sebuah gambar.
"Disederhanakan akan menjadi seperti ini,"
Kembali Pak Joko menampilkan gambar yang lebih jelas dan tidak membuat kening Bumi tambah berkerut.
"Proses penerbitan mulai dari memasukan/ atau mengirimkan naskah buku ke penerbit hingga buku itu terbit dan beredar. Saya kasih gambarnya, ya," Pak Joko menekan sebuah gambar.
"Prosesnya cukup panjang, ya Pak." gumam Bumi."Hahaa .... baiklah agar Kamu tidak perlu melewati proses panjang dan melelahka, pastikan dulu naskahmu sudah sesuai kriteria penerbit mayor."
"Slide berikut menunjukan penghambat pertumbuhan industri penerbitan di kita, Bum." tutur Pak Joko.
"Namun, sebelumnya Kamu harus tahu dulu Penerbit yang baik dan Penerbit yang perlu diwaspadai." lanjutnya.
Pak Joko menampilkan slide yang berisi tentang ciri-ciri penerbit baik dan penerbit abal-abal. Bumi asyik menyimak.
"Slide berikutnya tentang kriteria penilaian dan tema populer yang menjadi pertimbangan di penerbit mayor. Khususnya di tempat Sata, Bum." tutur Pak Joko.
"Cara kita tahu bahwa tema nuku kita bernilai dan populer itu bagaimana, Pak?" tanya Bumi, semakin terhanyut dengan penjelasan Pak Joko sehingga spontan saja berbagai pertanyaan muncul begitu saja.
"Good! ada caranya loh, Bum. Sebenarnya ini rahasia perusahaan, tapi demi Kamu gak apa-apa Saya kasihkan aja. Biar Kamu semangat masukin naskah ke sini!" Pak Joko tergelak.
"Kami biasanya memasukan data. Salah satu data yang kami pakai adalah trend dari google trend. Trending topik yang tengah hits dapat di cek. Berikut contoh jika topiknya tengah hit, maka grafiknya naik."
"Waaah, keren Pak." Bumi mengangguk.
"Karena sekarang era AI, salah satu yang lagi trend adalah Chat GPT. Kita memakai itu juga."
"Untuk mengukur reputasi penulis, Kami menggunakan data dari Google Scholer/Cendekia." pungkas Pak Joko.
"Semua data ternilai, terukur, dan teruji ya Pak."
"Harus begitu, Bum. Untuk meminimalkan kesalahan dan kerugian yang mungkin terjadi ke depannya. Jadi diantisipasi dari awal."
"Berikut adalah gambaran tentang jumlah cetak atau biasa disebut oplah dalam penerbitan. Biar Bumi tambah paham, Hahaa ...." Pak Joko rupanya masih semangat menurunkan ilmunya pada Bumi. Gadis itu hanya tersenyum senang. Lumayan berasa ikut workshop.
Empat Kwadran Kategori Naskah.
"Bumi, semua penerbit pada dasarnya akan sangat berhati-hati untuk buku-buku yang bertema memiliki Pasar sempit dan Lifecicly pendek. Sebaliknya, penerbit akan senang dengan tema-tema buku yang memiliki LifeCycle panjang dan market lebar." ungkap Pak Joko.
"Kamu juga harus mengenal istilah Selingkung. Salah satu buku yang pakai selingkung di penerbitan Kami adalah Vancouver Style."
"Penulis juga biasanya memiliki seorang dua tipe. Ada penulis yang idealis dan penulis industrialis." ungkap Pak Joko.
"Ciri-cirinya apa itu, Pak?" tanya Bumi tak sabar.
"Hahaaa .... pasti Kamu ingin menilai diri sendiri termasuk kelompok penulus yang mana ya?" ucap Pak Joko setelah reda dari kekehan tawanya.
"Heheee .... ya dong, Pak. Penasaran."jawan Bumi.
"Coba Kamu perhatikan slide ini!"
Segera Bumi membaca secara seksama slide yang menampilkan perbedaan oenulis idealis dan penulia industrialis.
"Hmmm, Saya mulai paham, tapi kalo menurut Bapak sendiri tipe penulis mann yang lebih baik?" tanya Bumi penasaran.
"Dua-duanya baik bagi penerbit. Sehingga penerbit akan memakai kombinasinya. Jadi penerbit akan menerima naskah buku yang memiliki pangsa pasar yang luas."
"Apakah jumlah viewers di platform novel online mempengaruhi pada seleksi naskah di penerbit?" lagi-lagi Bumi bertanya.
"Ya, tentu sangat berpengaruh. Misalnya dari 5000 pembacamu, paling tidak harus 2000-an yang beli tuh, Bum!"
"Wahh keren itu. Kenyataan yang Saya alami, Pak di QnA novel Saya dari 5000 pembaca yang positif beli under 500."
"Promosi yang kencang, ungkap alasan kenapa mereka layak membaca novelmu!"
Bumi masih diam tak menanggapi. Pak Joko menepuk pelan bahu gadis kurus itu, mencoba memberikan motivasi.
"Ambil waktumu dengan cermat, Bum! nikmati prosesnya. Saya tunggu naskahmu masuk ke penerbit Saya, ya!" ujar Beliau.
"Terimakasih banyak Pak, atas ilmunya. Keren ini, semoga saja naskah Saya memenuhi syarat dari penerbit mayor yang Bapak kelola." tutur Bumi.
"Siaap, Saya tunggu loh beneran! Saya tinggal dulu ya," Pamit Pak Joko seraya berdiri. Bumi ikut berdiri menyalami Beliau.
Lima menit berlalu, Bumi masih merenungi keberuntungannya siang ini. beruntung karena banyak sekali ilmu dan pencerahan dari Pak Joko. Sedikit mengalihkan kegalauannya selama ini.
Perhatian gadis itu tertuju pada bingkai foto di dinding. Lalu tersenyum lebar setelah membaca kalimat yang tertera disana.
Terimakasih atas ilmunya.
Seruyan, keesokan harinya.
Salam Sayang,
Eka Yulia.
Komentar
Posting Komentar